Sabtu, 21 Mei 2016

Asuhan Keperawatan Apendisitis

   Tidak ada komentar     
categories: 
Definisi

Apendisitis merupakan inflamasi appendiks, suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak dibagian inferior sekum. ( Monica Ester, 2002:63)
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan.  Tetapi lebih sering menyerang laki-laki usia 10 – 30 tahun. (Arif Mansjoer,2000 : 307).  Apendictomy adalah operasi pengangkatan apendik vermiformis.(Kamus saku keperawatan, edisi 31).

Etiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh :
Hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.(Arif Mansjoer,2005:307)

Anatomi Fisiologi

Appendiks merupakan tabung panjang dan sempit (sekitar 6-9 cm). Pada appendiks ini terdapat arteri appendikularis yang merupakan end-arteri.  Pada posisi yang normal appendiks terletak pada dinding abdomen dibawah titik Mc Burney.  

Patofisiologis

Obstruksi/penyumbatan lumen apendiks menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.  Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.  Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa.  
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.  Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema berteambah, dan bakteri akan menembus dinding.  Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.  Keadaan ini disebut dengan Apendisitis Supuratif Akut.  
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan Apendisitis Gangrenosa.  Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi Apendisitis Perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis.  Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.  Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.  Sedangkan pada orangtua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.(Arif Mansjoer,2005:307)

Manifestasi klinis

  • Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual dan seringkali muntah
  • Pada titik MC Burney (terletak dipertengahan antara umbilikus dan spina anterior dari ilium) terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan.
  • Dapat terjadi nyeri alih
  • Tanda Rovsing dengan mempalpasi kuadran kanan bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah
  • Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi abdomen.
Evaluasi Diagnostik

  1. Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap dan pemeriksaan laboratorium serta radiologi
  2. Jumlah leukosit lebih tinggi dari 10.000/mm3; jumlah neutrofil lebih tinggi dari 75%; pemeriksaan sinar X menunjukkan densitas pada kuadran kanan bawah atau tingkat aliran udara setempat
Komplikasi

  1. Perforasi
  2. Peritonitis
  3. Abses Apendiks
  4. Tromboplebitis Supuratif (Jarang)

Penatalaksanaan

1. Sebelum Operasi

a. Observasi

Dalam 8 -12 jam sebelum timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas.  Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan.  Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.  Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya.  Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik.  Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.  Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri didaerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

b. Intubasi bila perlu

c. Antibiotik

2. Pasca Operasi

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan.  Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.  Baringkan pasien dalam posisi fowler.  Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.  Selama itu pasien dipuasakan.  Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.  Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.  Keesokkan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.  Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.  Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar.  Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
(Arif Masjoer,2005:308-3009)

Diagnosa Keperawatan 

  1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama perforasi/ruptur pada apendiks/peritonitis, pembentukan abses, prosedur invasif, insisi bedah.
  2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (demam, proses penyembuhan), inflamasi peritoneum dengan cairan asing.
  3. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah ditandai dengan laporan nyeri, wajah mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi respon otomatis.
  4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan, meminta informasi, menyatakan masalah/perhatian, menyatakan salah konsepsi, tidak tepat mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.

Intervensi Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama perforasi/ruptur pada apendiks/peritonitis, pembentukan abses, prosedur invasif, insisi bedah.
Tujuan :  Infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil : - luka sembuh
     - tanda-tanda infeksi tidak ada


Rencana Tindakan :
- Pantau tanda, gejala infeksi
- Kaji tanda-tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen
- Lihat insisi balutan, catat karakteristik drainase luka 
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika sesuai indikasi

2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (demam, proses penyembuhan), inflamasi peritoneum dengan cairan asing.
Tujuan : Keseimbangan cairan normal
Kriteria Hasil : - kelembaban membran mukosa normal
                     - turgor kulit baik
                     - tanda-tanda vital stabil
                     - keluaran cairan urine adekuat

Rencana Tindakan :
- Kaji tekanan darh dan nadi
- Lihat membran mukosa, kaji turgor kulit dan kapiler pasien
- Anjurkan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir
- Beri sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan vena dan elektrolit.

3. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah ditandai dengan laporan nyeri, wajah mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi respon otomatis.
Tujuan : Nyeri hilang
Kriteria Hasil : - klien tampak rileks
                     - klien dapat beristirahat dengan tepat

Rencana Tindakan :
- Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, durasi dan selidiki serta laporkan   
  Perubahan nyeri dengan tepat.
- Jelaskan pada klien tentang tindakan nyeri supaya nyeri bisa diatasi
- Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
- Kolaborasi dengan dokter analgesik sesuai indikasi

4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan pertanyaan, meminta informasi, menyatakan masalah/perhatian, menyatakan salah konsepsi, tidak tepat mengikuti instruksi, terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Pengetahuan bertambah
Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit
   Rencana Tindakan :
             - Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi,contoh : mengangkat benda berat, olahraga, seks, latihan, menyetir
 - Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh : peningkatan nyeri, edema, eritema, adanya drainase, demam
- Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat.



DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth.1995. Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Jakarta

Doengoes dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan,terjemahan. EGC, Jakarta

Ester M, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Pendekatan Sistem Gastro Instestinal,EGC. Jakarta.

Long.B.C.1996.Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan. Volume 2. Yayasan IAPK. Bandung

Mansjoer Dkk,2000.  Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta

Price S.A, Patofisiologi, EGC.Jakarta

Sabiston.1995. Buku Ajar  Bedah. Bagian 1. Buku Kedokteran.EGC.Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar