Minggu, 22 Mei 2016

Asuhan Keperawatan Benigna Hiperplasia Prostat (BPH)

   Tidak ada komentar     
categories: 
BAB I
KONSEP DASAR
A.DEFENISI
Benigna Hiperplasia Prostat (BPH) adalah pembesaran atau hipertropi kelenjer prostat, dimana kelenjer prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. (Brunner&Suddarth 2002).
BPH merupakan pembesaran progresif dari kelenjer prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn E.Doenges 1993)
BPH adalah  kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan merupakan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun.

B.ETIOLOGI
Etiologi BPH belum jelas namun terdapat factor resiko umur dan hormone androgen. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya prostat yang menbesar, berwarna kemerahan dan tidak nyeri tekan. Penyebabnya tiak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa hormone menyebabkan hyperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat.

C.PATOFISIOLOGI
Proses penbesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

D.MANIFESTASI KLINIS
Manifesyasi klinis pada BPH  komplek gejala obstruktif dan iritatif mencakup:
Peningkatan frekuensi berkemih
Nokturia
Dorongan ingin berkemih
Anyang-anyangan
Abdomen tegang
Volume urin menurun dan harus mengejan saat berkemih
Aliran urin tidak lancar
Dribbling (urin terus menetes setelah berkemih)
Rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik
Retensi urin akut (bila lebi dari 60 ml urin tetap berada dalam kandung kemih setelah berkemih)
Pada akkhirnya dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar. Gejala generalisata juga mungkin nampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

E.PENATALAKSANAAN
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Jika pasien masuk rumah sakit dalam keadaan darurat karena ia tidak dapat berkemih, maka kateterisasi segera dilakukan. Kateter yang lazim mungkin terlalu lunak dan lemas dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih. Dalam kasus seperti ini kabel kecil yang disebut stylet dimasukkan (oleh ahli urologi) ke dalam kateter untuk mencegah kateter kolaps ketika menemui tahanan. Pada kasus yang berat, mungkin digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatic. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih (sistostomi suprapubik) untuk drainase yang adekuat. Tindakan lanjutan biasanya dilakukan operasi prostatectomy untuk membuang jaringan prostat yang mengalami hiperplastik.

F.KOMPLIKASI
Komplikasi BPH biasanya adalah:
Hidroureter
Hidronefrosis
Gagal ginjal
Batu buli-buli bisa menimbulkan hematuri
Pielonefritis
Pada waktu miksi pasien mengedan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia dan hemorrhoid.

G.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang (berdarah), penampilan  keruh, pH 7 atau lebih besar (menunjukkan infeksi), bacteria, SDP, SDM mungkin ada secara mikroskopis.
2. Kultur urin : dapat menunjukkan stapilococcus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas, atau Escherichia coli.
3. Sitologi urin : untuk mengesampingkan kanker kandung kemih
4. BUN/kreatinin : meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi
5. Asam fosfat serum/antigen khusus prostatic : peningkatan karena pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat (dapat mengindikasikan metastase tulang).
6. SDP : mungkin lebih besar dari 11.000, mengindikasikan infeksi biloa pasien tidak imunosupresi.
7. Penentuan kecepatan aliran urin : mengkaji derajat obstruksi kandung kemih
8. IVP dengan film pasca berkemih : menunjukkan pelambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
9. Sistouretrografi berkemih : digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras local.
10. Sitrogram : mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih untuk mengidentifikasi disfungsi yang tidak brehubungan dengan BPH
11. Sistouretroskopi : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan perubahan dinding kandung kemih (kontraindikasi pada adanya ISK akut sehubungan resiko sepsis gram negative)
12. Sistometri : mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.
13. Ultrasound transrektal :mengukur ukuran prostat, jumlah residu urin, melokalisasi lesi yang tak berhubungan dengan BPH.


BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
SIRKULASI
Tanda: peninggian TD (efek pembesaran ginjal)
ELIMINASI
Gejala: penurunan kekuatan/dorongan aliran urin, tetesan
            Keragu-raguan pada berkemih awal
            Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan        
            Frekuensi berkemih
            Nokturia, disuria, hematuria
            Duduk untuk berkemih
            ISK berulang, riwayat batu (status urinaria)
            Konstipasi (protrusi prostat ke dalam rectum)
Tanda: Massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung
             kemih . Hernia inguinalis , hemorrhoid (mengakibatkan peningkatan tekanan abdominal
            yang memerlukan pengosongan kandung kemih mengatasi tahanan).
MAKANAN/CAIRAN
Gejala: anoreksia, mual, muntah
             Penurunan berat badan
NYERI/KENYAMANAN
Gejala: nyeri supra pubik, panggul, atau punggung tajam, kuat (pada prostatitis akut)
             Nyeri punggung bawah.
KEAMANAN
Gejala: demem
SEKSUALITAS
Gejala: masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual
             Takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim
              Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
Tanda: pembasaran, nyeri tekan prostat
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala: riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal
            Penggunaan antihipertensif atau anti depresan, antibiotic urinaria atau agen antibiotic,
            Obat yang dijual bebas untuk flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Retensi urin (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
2. Nyeri (akut) b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d pasca obstruksi dieresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara krinis.
4. Ketakutan/ansietas b/d perubahan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

C.INTERVENSI

1. Retensi urin (akut/kronik b/d obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot  destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.
INTERVENSI RASIONALISASI
1.Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
2.Tanyakan pasien tentang inkontinensia stress
3.Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan
4.Awasi dan catat waktu dan jumlah berkemih. Perhatikan penurunan haluaran urin dan perubahan berat jenis.
5.Perkusi/palpasi area supra pubik.
6.Berikan/dorong kateter lain dan perawatan perineal.
7.Berikan rendam duduk sesuai indikasi.
8.Berikan obat sesuai indikasi (kolaborasi) seperti antispasmodic,

1.Meminimalkan retensi urin distensi berlebihan pada kandung kemih.
2.Tekanan ureteral tinggi menghambat pengosongan kandung kemih atau dapat menghambat berkemih sampai tekanan abdominal meningkat cukup untuk mengeluarkan urine secara tidak sadar.
3.Berguna untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
4.Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi  fungsi ginjal.
5.Distensi kandung kemih dapat dirasakan di area suprapubik.
6.Menurunkan resiko infeksi asenden.
7.Meningkatkan relaksasi otot, menurunkan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih.
8.Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungsn dengan iritasi oleh kateter.


2.Nyeri ( akut )  b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi,

INTERVENSI RASIONALISASI
1.Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10), lamanya
2.Plaster slang drainase pada paha dan kateter pada abdomen (bila traksi tidak diperlukan)
3.Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
4.Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, membantu pasien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam .
5.Dorong menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum
6.Masukkan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase (kolaborasi).
7.Lakukan masase prostat (kolaborasi).
8.Berikan obat sesuai indikasi seperti narkotik (kolaborasi)


1.Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan/keefektifan intervensi.
2.Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-skrotal.
3.Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut. Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik.
 4.Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
5.Meningkatkan relaksasi otot.
6.Pengaliran kandung kemih menurunkan tegangan dan kepekaan kelenjer.
7.Membantu dalam evaluasi duktus kelenjer untuk menghilangkan kongesti/inflamasi. Kontraindikasi bila infeksi terjadi.
8.Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.


3.Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d pasca obstruksi diurisis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
INTERVENSI RASIONALISASI

1.Awasi keluaran dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200ml/jam
2.Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu.
3.Awasi TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapilar dan membrane mukosa oral.
4.Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi
5.Awasi elektrolit, khususnya natrium (kolaborasi).
6.Berikan cairan IV (garam faal hipertonik) sesuai kebutuhan (kolaborasi)

1.Diuresis cepat dapat menyebabkan kekurangan volume total cairan, karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorbsi dalam tubulus ginjal.
2.Pasien dibatasi pemasukan oral dalam upaya mengontrol gejala urinaria, homeostatic pengurangan cadangan dan peningkatan risiko dehidrasi/hipovolemia.
3.Memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sistemik
4.Menurunkan kerja jantung, memudahkan homeostasis sirkulasi.
5.Bila pengumpulan cairan terkumpul dari area ekstraseluler, natrium dapat mengikuti pemindahan, menyebabkan hiponatremia.
6.Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah/memperbaiki hipovolemia.

4.Ketakutan/ansietas b/d perubahan status kesehatan, kemungkinan prosedur bedah/malignansi.
INTERVENSI RASIONALISASI

1.Selalu ada untuk pasien. Buat hubungan saling percaya dengan pasien/orang terdekat.
2.Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi, contoh kateter, urin berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.
3.Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien. Lindungi privasi pasien.
4.Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan
5.Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.

1.Menunjukkan perhatian dan keinginan untuk membantu dalam diskusi tentang subjek sensitif.
2.Membantu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan, dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan, termasuk ketakutan akan kanker. Namun kelebihan informasi tidak membantu dan dapat meningkatkan ansietas.
3.Menyatakan penerimaan dan menghilangkan rasa malu pasien.
4.Mendefinisikan masalah, memberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan, memperjelas kesalahan konsep dan solusi pemecahan masalah.
5.Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi.

5.Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi infirmasi, tidak mengenal sumber informasi, masalah tentang area sensitive.

INTERVENSI RASIONALISASI
1.Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien.
2.Dorong menyatakan rasa takut/perasaan  perhatian.
3.Berkan informasi bahwa kondisi tidak ditularkan secara seksual.
4.Anjurkan menghindari makanan  berbumbu, kopi, alcohol, mengemudikan mobil lama, pemasukan cairan cepat (terutama alcohol)
5.Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual. Dorong pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah
6.Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh urin keruh, berbau, penurunan haluaran urin, ketidakmampuan untuk berkemih, adanya demam/menggigil.
7.Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat kesehatan lain tentang diagnose.
8.Beri penguatan pentingnya evaluasi medic untuk sedikitnya 6 bulan-1 tahun, termasuk pemeriksaan rektalurinalisa.

1.Memberikan dasar pengetahuan di mana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
2.Membantu pasien mengalami perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital.
3.Mungkin merupakan ketakutan yang tak dibicarakan.
4.Dapat menyebabkan iritasi prostat dengan masalah kongesti. Peningkatan tiba-tiba pada aliran urin dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih, mengakibatkan episode retensi urinaria akut.
5.Memiliki informasi tentang amatomi membantu pasien memahami implikasi tindakan lanjut, sesuai dengan afek penampilan seksual.
6.Intervensi cepat dapat mencegah komplikasi lebih serius.
7.Menurunkan resiko terapi tak tepat, contoh penggunaan dekongestan, antikolinergik, dan anti depresan meningkatkan retensi urin dan dapat mencetuskan episode akut.
8.Hipertropi berulang dan/atau infeksi (disebabkan oleh organism yang sama atau berbeda) tidak umum dan akan memerlukan perubahan terapi untuk mencegah komplikasi serius.

0 komentar:

Posting Komentar