Sabtu, 21 Mei 2016

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Addison

   Tidak ada komentar     
categories: 
BAB 1 PENDAHULUAN

1. Pengertian
Suatu kondisi insufisiensi korteks adrenal yang disebabkan oleh suatu proses patologis korteks adrenal.

2. Anatomi Fisiologi Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal terletak di ujung bagian superior setiap ginjal.
Kelenjar adrenal terdiri dari dua kelenjar:
a. Korteks adrenal (bagian luar)
b. Medula adrenal (bagian dalam)

Hormon-hormon yang dihasilkan korteks adrenal dan fungsinya:
1) Gluko kortikoid (kortisal)
a. Mempertahankan kadar glukosa darah yang meningkatkan glukoneogenesis dan mengurangi kecepatan pemakaian glukosa oleh sel yang merupakan fungsi utama.
b. Anti inflamasi
c. Meningkatkan retensi natrium dan air
d. Mempertahankan stabilitas emosi.
Hipoglikemia, hipoksia, nyeri, trauma dan cemas bisa mengakibatkan peningkatan kortisal.
2) Mineralokortikoid (aldosteron)
a. Mempertahankan status natrium dan volume cairan
b. Meningkatkan reabsorbsi natrium lewat tubula ginjal
c. Meningkatkan sekresi kalium dan hydrogen melalui tubula ginjal
3) Adrenal androgen
a. Mengatur karakteristik seks sekunder wanita dan pria
Medula adrenal menyekresi katekolamin (epineprin dan norepineprin)  katekolamin mempunyai efek yang tidak sama pada tubuh karena reseptor yang berbeda pada organ tubuh. Reseptor alfa I bersifat merangsang organ target sedangkan alfa 2 mencegah keluarnya katekolamin. Norepineprin menstimulasi reseptor alfa. Epineprin menstimulasi reseptor alfa dan beta.
Reseptor beta I terletak di jantung, reseptor beta 2 di bagian tubuh yang lain.
Untuk mempertahankan meostatis katekolamin dikeluarkan, tetapi dalam jumlah sedikit. Dalam keadaan stress berat baik secara fisiologis maupun psikologis jumlah katekolamin meningkat.

3. Patofisiologi
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Addison

4. Etiologi
Penyakit primer atau insufisiensi korteks adrenal
Kekurangan sekresi ACTH oleh hipofise
Atropi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal
Infeksi pada kedua kelenjar adrenal (TB)

5. Manifestasi Klinis
Penyakit Addison ditandai oleh kelemahan otot-otot,  anoreksia, gejala GI, keluhan mudah lelah, emosi, pigmentasi pada kulit, buku-buku jari, lutut siku serta membrane mukosa, hipotensi, kadar glukosa darah dan natrium serum rendah, kadar kalium tinggi.
Pada kasus yang berat gangguan metabolisme natrium dan kalium ditandai pengurangan natrium dan air, serta dehidrasi kronis dan berat dapat berlanjut dengan hipotensi acut sebagai akibat hipokortikoisme.
Pasien mengalami krisis addisonian yang ditandai: sianosis, panas dan tanda-tanda klasik syok, pucat, cemas, nadi cepat dan lemah, pernafasan cepat dan tekanan darah rendah.

6. Kosekuensi Metabolik Dari Defisiensi Kortisol, Aldosteron Dan Androgen
Insufisiensi kortisol menyebabkan hilangnya glukoneogenesis, berkurangnya glikogen hati dan peningkatan kepekaan jaringan perifer terhadap insulin mengakibatkan ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan kadar glukosa dalam darah sehingga terjadi hipoglikemia.
Akibat lain dari insufisiensi kortisol adalah meningkatnya sekresi propio melanokortin sehingga terjadilah hiperpigmentasi, disamping itu pasien juga tidak dapat menghadapi stress pembedahan, trauma, infeksi dan sebagainya.
Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan kehilangan natrium dan peningkatan reabsorbsi kalium oleh ginjal. Kekurangan natrium dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume plasma yang bersirkulasi akan mengakibatkan hipotensi postural.
Aktifitas rennin plasma juga dipengaruhi oleh penyakit Addison. Penurunan volume plasma dan tekanan arteriol menimbulkan perangsangan untuk melepaskan rennin dn peningkatan pembentukan angiotensi II. Tetapi pada penyakit Addison terjadi kerusakan korteks adrenal sehingga angiotensin II tidak dapat merangsang pembentukan akdosteron dan mengembalikan kadar aldosteron pada batas-batas fisiologisnya. Sekresi aldosteron yang rendah dan kadar renin yang tinggi merupakan gambaran yang khas dari defisiensi aldosteron.
Defisiensi androgen dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut pubis dan axila. Pada pria keadaan ini tidak nyata karena androgen testis memegang peranan utama dalam efek metabolic androgenic. Pada wanita hal ini menyebabkan rambut axila, pubis rontok dan rambut ekstermitas berkurang.

7. Evaluasi Diagnostik
Hasil-hasil laboratorium mencakup:
Hipoglikemia dan hiponatremia
Hiperkalemia
Leukositosis
Hormon adrenokortikal yang rendah dalam darah dan urine.
Jika korteks adrenal sudah mengalami kerusakan nilai dasar laboratorium tampak rendah dan penyuntikan ACTH tidak mampu menaikkan kadar kortisol plasma dan kadar 17 – hidroksi kortikosteroid urine hingga mencapai nilai normal.


8. Penatalaksanaan
Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok, memulihkan sirkulasi darah, memberikan cairan, terapi penggantian kortikosteroid, memantau TTV, menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan.
Hidrokortison disuntikkan IV, diikuti pemberian infuse 0,5% dalam larutan NaCl. Jika hipertensi bertahan preparat vasopresor anima diperlukan. AB dapat diberikan jika infeksi memicu krisis adrenal. Asupan per oral dimulai segera setelah pasien dapat menerimanya. Sebagian pasien memerlukan terapi kortikosteroid dan mineralokortikoid seumur hidup untuk mencegah insufisiensi adrenal serta krisis addisonian.


BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

Riwayat kesehatan dan pemeriksaan pasien harus berfokus pada gejala ketidak seimbangan cairan serta stress yang dialami pasien. TD dan nadi diukur dalam posisi berbaring serta duduk untuk mengetahui apakah volume cairan adekuat. Warna kulit atau turgor dikaji untuk mendeteksi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan insufisiensi kronis adrenal dan hypopolemik. Perlu dicatat adanya perubahan berat badan, adanya kelemahan otot dan tingkat kelelahan.

Dasar data pengkajian pasien
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala:
Terjadi lelah, nyeri/kelemahan pada otot, tidak mampu beraktifitas dan bekerja.

Tanda:
Peningkatan nadi pada aktifitas minimal, penurunan rentang gerak sendi, depresi, gangguan konsentrasi, penurunan inisiatif.

2. Sirkulasi
Terjadi hipotensi postural, takikardia, disritmia, suara jantung melemah, nadi perifer melemah, pengisian kapiler memanjang, esktremitas dingin, sianosis dan pucat, membrane mukosa hitam keabu-abuan.





3. Integritas ego
Gejala:
Kaji riwayat faktor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik / pembedahan, perubahan gaya hidup, ketidakmampuan mengatasi stress.
Tanda:
Ansietas, peka rangsangan, depresi, emosi tidak stabil.

4. Eliminasi
Gejala:
Diare sampai dengan adanya konstipasi, kram abdomen.

Tanda:
Diuresis yang diikuti dengan oliguria.

5. Makanan / cairan
Gejala:
Anoreksia berat (gejala utama), mual/muntah, kekurangan zat garam.

Tanda:
Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.

6. Neurosensori
Gejala:
Pusing, sinkope (pingsan sejenak) gemetar, sakit kepala yang berlangsung lama yang diikuti oleh diaforesis, kelemahan otot, penurunan toleransi terhadap keadaan dingin atau stress, kesemutan

Tanda:
Disorientasi terhadap waktu, tempat dan ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, parastesia, paralisis, astania (pada keadaan krisis)




7. Nyeri / kenyamanan
Gejala:
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, esktremitas (pada keadaan krisis)

8. Pernafasan
Gejala:
Dispnea

Tanda:
Kecepatan pernafasan meningkat, takipnea, suara nafas: ronkhi / pada keadaan infeksi.

9. Keamanan
Gejala:
Tidak toleran terhadap panas, cuaca (udara) panas.

Tanda:
Hiperpigmentasi kulit (coklat, kehitaman karena kena sinar matahari atau hitam seperti perunggu) yang menyeluruh atau berbintik-bintik
Peningkatan suhu: demam yang diikuti dengan hipotermia, otot menjadi kurus.




10. Seksualitas
Gejala:
Adanya riwayat menopause dini, amenorea, hilangnya tanda-tanda seks sekunder (misalnya: berkurangnya rambut-rambut pada tubuh terutama pada wanita, hilangnya libido).


11. Penyuluhan
Adanya riwayat keluarga DM, TB, kanker, tiroiditis, anemia pernisiosa.

Diagnosa yang muncul
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan melalui ginjal
Intervensi:
a. Dapatkan riwayat dari pasien atau orang terdekat yang berhubungan dengan lama dan intensitas dari gejala yang muncul seperti: muntah, pengeluaran urine yang berlebihan.
R/ : Membantu memperkirakan penurunan volume total cairan.
b. Pantau tanda vital, catat perubahan TD pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer
R/ : Hipotensi postural merupakan bagian hipovolemia akibat kekurangan hormon aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kortisol, nadi mungkin melemah


c. Ukur dan timbang BB setiap hari
R/ : Memberikan perkiraan kebutuhan akan penggantian volume cairan dan keefektifan pengobatan, peningkatan berat badan yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan pengobatan steroid.
d. Kaji pasien mengenai adanya rasa haus, kelelahan, nadi cepat, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya.
R/ : Untuk mengindikasikan berlanjutnya hipovolemia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti.
e. Periksa adanya perubahan dalam status mental dan sensori
R/ : Dehidrasi berat menurunkan curah jantung dan perfusi jaringan terutama jaringan otak
f. Auskultasi bising usus, catat dan laporkan adanya mual muntah dan diare
R/ : Kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
g. Pertahankan kenyamanan lingkungan, lindungi pasien dari cahaya dengan selimut
R/ : Menghindari panas berlebihan akan dapat meningkatkan kehilangan cairan
h. Kolaborasi:
- Pemberian cairan antara lain cairan NaCl 0,9%
R/ : Pasien mungkin membutuhkan cairan pengganti 4-6 liter dengan perubahan cairan NaCl 0,9% melalui IV sebanyak 500 – 1000 ml/jam dapat mengatasi kekurangan natrium yang telah terjadi

- Berikan obat sesuai indikasi: kortison
R/ : Obat untuk mengganti kekurangan kortison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung
- Pasang cateter / pertahanan kateter urine sesuai indikasi
R/ : Untuk memfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urine maupun lambung.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah, anoreksia
a. Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual atau muntah
R/ : Kekurangan kortisol dapat menyebabkan gejala gastrointestinal berat yang mempengaruhi pencernaan dan absorbsi dari makanan
b. Catat adanya kulit yang dingin atau basah, perubahan tingkat kesadaran, nadi yang cepat, peka rangsangan, nyeri kepala dan sempoyongan
R/ : Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikoid
c. Pantau pemasukan makanan dan timbang berat badan setiap hari
R/ : Anoreksia, kelemahan dan kehilangan pengaturan metabolisme oleh kortisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya malnutrisi yang serius
d. Catat muntah mengenai jumlah kejadian atau karakteristik lainnya
R/ : Ini dapat membantu untuk menentukan derajat kemampuan pencernaan atau apsorbsi makanan
e. Berikan atau bantu perawatan mulut
R/ : Mulut yang baik dapat meningkatkan nafsu makan
f. Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau tidak sedap, tidak terlalu ramai, udara yang tidak nyaman
R/ : Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperoleh pemasukan makanan
g. Berikan informasi tentang menu pilihan
R/ : Perencanaan menu yang disukai pasien dapat menimbulkan nafsu makan dan meningkatkan pemasukan makanan.
h. Kolaborasi
- Pertahankan status puasa sesuai indikasi
R/ : Mengistirahatkan gastrointestinal, mengurangi rasa tidak enak dan kehilangan cairan dan elektrolit yang berhubungan dengan muntah.
- Lakukan pemeriksaan terhadap kadar gula darah sesuai indikasi
R/ : Mengkaji gula darah dan kebutuhan terapi jika menurun sebaiknya diet maupun pemberian glukokortikoid dikaji kembali
- Berikan glukosa intravena
R/ : Memperbaiki hipoglikemia, memberi sumber energi untuk fungsi seluler
- Konsultasi dengan ahli gizi
R/ : Bermanfaat menentukan penggunaan / kebutuhan kalori dengan tepat
- Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi sering dengan tinggi kalori dan protein bila makan lewat oral sudah dapat dilakukan
R/ : Makanan dalam porsi kecil  diberikan akhirnya jumlah kalori yang dibutuhkan per hari bisa terpenuhi dan juga dapat mengurangi mual dan muntah

3. Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d menurunnya aliran darah vena atau volume sirkulasi: berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung
Intervensi:
a. Pantau tanda vital: frekuensi jantung, irama jantung dan catat adanya disritmia
R/ : Peningkatan frekuensi jantung merupakan manifestasi awal sebagai kompensasi hipovolemia dan penurunan curah jantung
b. Pantau suhu tubuh, catat bila ada perubahan yang mencolok dan tiba-tiba
R/ : Hiperpireksia yang tiba2 dapat terjadi yang diikuti oleh hipotermia sebagai akibat dari ketidakseimbangan hormonal cairan dan elektrolit yang mempengaruhi frekuensi jantung dan curah jantung
c. Kaji warna kulit, suhu, pengisian kapiler dan nadi perifer
R/ : Pucat, kulit yang dingin pengisian kapiler yang memanjang, nadi yang lambat dan lemah merupakan indikasi terjadinya shock

4. Resiko tinggi harga diri rendah b/d perubahan pada pigmen kulit, perubahan berat badan, perubahan tanda sekunder, perubahan fungsi dan peran
Intervensi:
a. Atur periode singkat untuk bicara tanpa diganggu dan dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya
R/ : Membina hubungan dan meningkatkan keterbukaan dengan pasien membantu dalam mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien
b. Kurangi stimulasi yang berlebihan pada lingkungan sarankan pasien untuk menggunakan keterampilan manajemen stress.
R/ : Meminimalkan perasaan stress, frustasi meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan kemampuan untuk mengendalikan diri.
c. Dorong pasien untuk membuat daftar bantuan orang terdekat dalam menghadapi stress
R/ : Pasien tidak akan merasa sendirian jika dia bebricara pada orang lain dan meminta bantuan dalam memecahkan masalah
d. Dorong pasien untuk membuat pilihan dan berpartisipasi dalam perawatan diri sendiri
R/ : Dapat membantu meningkatkan tingkat kepercayaan diri memperbaiki harga diri, menurunkan pikiran terus-menerus terhadap perubahan dan meningkatkan perasaan terhadap pengendalian diri.
e. Kolaborasi
Rujuk ke pelayanan social, konseling dan kelompok pendukug sesuai kebutuhan
R/ : Pendekatan secara komprehensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk memelihara tingkah laku koping

0 komentar:

Posting Komentar